Rabu, 13 Februari 2008

Meng-eja Cinta


Dengan senyum yang masih terlukis di bibirku, ku buka amplop surat putih itu. Perlahan lalu ku baca. Aku gugup!

Assalamualaikum wr wb

Syukur buat Allah atas karunia dan anugerah indah yang Ia berikan karena aku telah mengenalmu sejak 4 tahun yang lalu. Teriring salam kepada Rasul yang memberi kita tauladan agar mampu menjalani kehidupan dengan kekuatan yang ia contohkan.

Kau pasti ingat kata-kataku setahun yang lalu, di keramaian wisuda itu, “nantikan ku 3 tahun lagi, aku akan menjemputmu.”

Kau benar, “biarkan takdir yang berbicara, karena Allah punya cinta yang kadang tak mampu kita eja”. itulah jawaban yang kau beri saat itu dan aku akui itu.

Surat ini datang, bersama maaf yang tak terhingga. Akulah yang tak sempurna, yang tak berdaya menolak permintaan bunda.”ia memintaku untuk menikah dengan seorang wanita yang telah ia pilih untukku” aku minta maaf, aku tak pernah bisa untuk menolak permintaannya.

Semoga Allah menguatkan hatiku dan hatimu.amin..

Seseorang yang membanggakanmu

Fathur

“sya..!!, panggilan S2 Beasiswa dari Malaysia itu datang lagi..,! barusan pak pos yang ngan.., kamu kenapa sayang?” Perkataan umi terputus ketika ingin masuk ke kamarku. Ia yang melihat pipiku basah langsung membiarkanku tenggelam dalam dekapan kasihnya.

“Sya mau mengambil beasiswa S2 ke Malaysia itu Mi..” terisak ku ungkapkan tekad bulatku pada umi. Ditatapnya aku dan disekanya air mataku, “Sudah lama umi ingin mendengar ini sayang”. Akupun kembali terbenam ke dalam peluknya.

Maafkan Sya, selama ini Sya mengecerwakan umi dengan tidak mengikuti saran umi untuk mengambil beasiswa itu hanya karena sebuah penantian Sya buat Fathur yang tak pernah pasti. tapi sekarang Sya janji umi, Sya tidak akan mengecewakan umi untuk kedua kalinya.

***

4 tahun kemudian

Di sebuah rumah sakit di Kota Semarang.

“Ma, papa tinggal ke toilet dulu ya, mama sama Rehu disini aja”

“Iya pa, kita tunggu di kursi sana ya” ku ajak anakku ke kursi di pojok rumah sakit.

“boleh saya duduk di sini mas?” aku meminta izin untuk duduk di samping seorang laki-laki yang kelihatannya sebaya dengan ku.

“O, iya silahkan mba” orang itu menggeser duduknya dan ternyata..

“Fathur?” aku tak mungkin melupakan orang ini, ia yang pernah ikut melukis hidupku dengan cinta.

“Sya?!” ia terlihat serba salah namun aku tetap bersikap biasa, sesimpul senyum aku coba ulurkan, karena bagaimanapun, ia adalah teman yang baik yang pernah ku temui.

“Apa kabar?”

“Alhamdulillah Sya, aku baik. Ngomong-ngomong siapa yang sakit? Ini anakmu?”

Aku tersenyum,

“Aku ke sini dengan mas Arif suamiku, dia dokter di sini. oya, kenalkan, ini Rehu anakku. Sayang, ini om Fathur..”

“Assalamualaikum om, nama saya Lehu, Lehu Fasya!” kata Rehu seraya mengulurkan tangannya dengan senyum khas yang ia tunjukkan setiap bertemu dengan orang baru.

“Wa’alaikum salam warahmatullah.. Nama om Fathur, senang bisa berkenalan dengan Rehu” Fathur menyambut uluran tangan Rehu dan melukiskan senyum dibibirnya untuk Rehu.

“Mama, om Fathul ini orang pintal ya ma, soalnya om Fathul pake kaca mata.” Aku tersenyum mendengar ocehannya. Ku dekap ia, dan ku cium pipi manisnya.

Saat semuanya sepi, Fathur membuka pembicaraan.

“Sya,, aku minta maaf ya atas kejadian empat tahun yang lalu, aku benar-benar tidak menyangka akan seperti itu jadinya” Fathur menatapku sekilas lalu menundukkan kepalanya.

Aku hanya tersenyum,

“sudahlah, aku sudah memaafkanmu sejak lama, tidak ada yang salah, karena itu hanyalah satu warna yang ada pada hidup kita yang Allah lukiskankan. Kalau boleh jujur, ketika aku menerima surat itu, aku memang merasa sakit, saat itu aku seakan menjadi orang yang paling bodoh karena sudah membiarkan hatiku berangan untuk bisa mewujudkan janjimu itu. Maaf.., tapi itulah nyatanya. Aku yang dulu mengatakan biarkan takdir yang berbicara, karena Allah punya cinta yang kadang tak mampu kita eja, tapi justru diriku sendiri yang menjebak hatiku ke dalam angan yang terlalu dalam. Tapi aku bersyukur, kata-katamu yang mengatakan bahwa segala sesuatu itu letaknya di hati, dan jika kita m,enerimanya dengan ikhlas dan lapang, kita akan bisa melaluinya dengan mudah beriring hikmah yang Allah selipkan. Dan Saat itu juga aku memutuskan untuk mengambil beasiswa S2 ke Malaysia. Aku berusaha melewati semua itu dengan konsentrasi pada study yang sedang ku tempuh dan alhamdulillah, aku berhasil meraih gelar sarjana bahasa terbaik tahun itu. Aku sangat bersyukur Fathur..” sejenak aku mengambil nafas dan berusaha menahan air mata yang menyesak di dadaku.

“Fathur, saat aku diwisuda, tak bisa ku pungkiri, ketika itu aku sangat merindukan saat-saat kita diwisuda bersama teman-teman yang lain. Kejadian itu kembali hadir di benakku, waktu kau memintaku untuk menunggumu 3 tahun. Tapi di saat yang bersamaan, sepucuk surat datang. Di dalam surat itu dikatakan, seorang ikhwan sarjana S3 yang saat itu juga sedang diwisuda memintaku untuk menjalani ta’aruf dengannya, dia adalah Mas Ari yang sekarang menjadi suamiku. Ia wisudawan terbaik fakultas kedokteran tahun itu. Fathur, ternyata Allah telah mengajariku untuk mengeja agar aku mampu membaca cinta-Nya. Dan sekarang, inilah buah hati kami,” ku seka air mataku, senyumku terukir beriring syukur atas lukisan hidup terindah yang Allah hadiahkan untukku.

Dan tak berapa, sosok yang ku tunggu datang.

“Ayo ma, papa sudah selesai” Ajak suamiku

"eh papa, kenalkan mas ini teman mama waktu S1 kemaren."
"Ari, Ari Sapura" kata mas Ari seraya menghulurkan tangannya.
fathur membalas uluran tangan mas Ari, "fathur, Fathurrahman"

“aku pergi dulu ya fathur, salam buat istrimu dari aku dan keluarga, yunajjihuna! Assalamualaikum..” satu kata sebelum salam yang ku ucapkan mengagetkannya, karena kata itulah yang biasanya ku kirimkan di akhir sms ketika masih dibangku kuliah.

Dengan sedikit tergagap ia menjawab,

“Amin.., Wa’alaikum salam warahmatullah..”

“Mari mas” Sapa suamiku seraya melempar senyum kepada fathur.

Ku amit lengan suamiku dan pergi.

lantunan semilir angin takdir menghulurkan cinta yang tak pernah habir untuk manusia... maka nikmat yang manakah lagi yang kamu dustakan.

Tidak ada komentar: