Rabu, 13 Februari 2008

Lukisan Abstrak Sekeping Hati


Tak mudah membuat semuanya terasa ringan, selalu saja aku berfikir seperti itu. Pesimistis yang selalu tertanam. Namun, perfeksionis yang dimiliki seorang melankolis seprtiku yang kadang membuatku bangkit dan tak ingin tertinggal, namun egoisme sering muncul bersamaan dengan itu. Dan aku rapuh karena tak ada kekuatan yang lebih yang mampu melayangkanku lebih tinggi.

Tak ada yang tak sempurna, dan itulah aku. Mengejar kesempurnaan dalam khayal, ya hanya dalam khayal. Akupun tertunduk dan bersembunyi dalam diam.

“Kau benar, orang lain tak berhak mengetahui apa yang kau rasakan. Tapi bukan berarti kau harus bersembunyi dalam diammu. Ada banyak orang diluar sana yang membanggakanmu, yang menyayangimu dan mereka lah yang tak mengharapkan air matamu jatuh dan membuat hatimu lusuh. Raih tanganku, dan berjanjilah kau tidak akan membuat aku dan mereka kecewa” Ia malaikat yang tuhan titipkan untukku.

Ku seka air mataku dan berdiri tanpa meraih tangan tulusnya, “Maafkan aku, aku tak bisa meyakinkan diriku, bahwa aku layak untuk dibanggakan, pantas untuk diselimuti harapan. Aku hanya akan mengubur harapan itu dan membuat orang-orang yang membanggakanku kecewa, begitu juga dengan kau, ku hanya bisa mengecewakanmu” Tanpa menatap wajahnya aku berlari dan berusaha bengkit sendiri,aku ingin membuatmu bangga padaku dan mengabulkan setiap harapan itu, tapi aku belum yakin dengan diriku. Biarkan aku berlari sendiri dan mewujudkan apa yang bisa ku lakukan untukmu dan orang-orang yang menyayangiku. Karena tak semuanya bisa ku wujudkan kawan…

Aku memang melepas ikatan janjiku, tak ingin kau ikat dan terbang dalam kebebasan. Aku lah burung kecil yang berangan terbang. Sesekali aku melayangkan sayap, terbang tinggi. Namun, ketika angin menerjangku, aku tak bisa mengangkat hatiku kawan, aku pun menitipkan pesan di udara. Suara hatimu terdengar dan mulai ku eja. Betapa ku menyadari Tuhan menyayangiku dengan keberadaanmu. Aku lumpuh sejenak, membenamkan duka bersama lirik pesanmu, mengumpulkan kekuatan dan kembali terbang.

Kadang kau menyapaku dari rerumputan, memberiku kekuatan agar bisa terbang yang melayangkan sayap lebih tinggi. Dan akupun terbang dengan tinggi dan sangat tinggi. Tapi,, aku tak lagi bisa melihatmu. Aku merindukamu, keegoisanku tak mengizinkan sayapku mengalun lamban dan terbang lebih rendah.

Kenapa kau tak ikut bersama elang dan menyapaku yang terbang tinggi.? Di mana kau sekarng? Sudahkah kau percaya kekuatanku yang mampu melayang tinggi? Ataukah kau tak lagi memahami kerapuhanku?

Izinkan aku menang untuk sekali ini, agar aku tahu bahwa akupun berarti dan tak serapuh apa yang ku tahu dari hatiku


1 komentar:

Er_risya Bachrian mengatakan...

jangan berhenti untuk mencoba membahagiakan diri, semuanya ada di hati kamu